Pilkada Serentak Bersih dan Berintegritas
Jakarta, kpu.go.id- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota mengatur dan melakukan pembatasan bagi pasangan calon dalam melakukan kampanye. Hal tersebut menjadi salah satu terobosan dalam perundang-undangan yang pernah ada khususnya mengenai kepemiluan. Selain melakukan pembatasan, undang-undang ini juga mengatur tentang pemberian mahar dari pasangan calon kepada partai politik.
Dalam mengusung tema pemilu berintegritas, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) dalam menetapkan peraturan, melakukan beberapa terobosan, agar dapat
menciptakan pemilu yang bersih.
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik menjelaskan, tidak hanya sebatas bersih
dalam soal pendanaan atau penggunaan uang negara saja, tetapi juga bersih
pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang serta peraturan yang mengatur
mengenai tahapan pemilu itu sendiri.
"Pilkada bersih tidak hanya menyoal uang, pendanaan dan
sebagainya, tetapi juga menyangkut hal-hal lain yang besifat substantif,
seperti aturan yang berkaitan dengan pilkada atau hal lain yang mendukung
pilkada bersih, sesuai dengan asas pemilu Langsung Umum Bebas Rahasia," terang
Husni.
Potensi korupsi yang terjadi pada pilkada itu sendiri dapat
berkaitan dengan proses pemilu sebagai salah satu unsur rekruitment politik.
Diperlukan integritas, baik dari peserta, maupun penyelenggara pemilu itu
sendiri.
Ditambahkan Husni, KPU sejak
awal telah melakukan terobosan bagi jajarannya sebagai penyelenggara pemilu
untuk tidak terlibat dalam hal korupsi dengan melakukan beberapa gerakan moral,
salah satunya dengan penanda-tanganan pakta integritas bagi para komisioner KPU
dan pejabat sekretariatnya.
"Kami secara internal sejak awal sudah membuat gerakan
moral, tiap pejabat di KPU dari level komisioner sampai sekretariat dari pusat
sampai dengan kabupaten/kota melakukan penanda-tanganan pakta integritas, yang
salah satu isinya tidak terlibat korupsi," tegas Husni.
Penegasan ini disampaikannya pada
seminar yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bertema “membangun pilkada serentak yang bersih dan
bebas korupsi,” di Ruang Sidang Kantor
BPHN, Jakarta Timur, Selasa (17/11). Selain Husni, turut duduk sebagai pembicara Direktur Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dan Donal Fariz, Divisi
Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW)..
Sementara itu Direktur
Perludem, Titi Anggraini meyakini bahwa tingginya biaya politik yang
dikeluarkan oleh para pasangan calon dapat memicu potensi korupsi di daerah
tersebut.
Terobosan undang-undang yang mengatur tentang mahar politik
maupun kampanye pasangan calon, menurut Titi dirasa masih belum sempurna.
Sebab, aturan yang ada dalam undang-undang tidak mengatur terkait sanksi saat
pasal tersebut ditabrak oleh pasangan calon.
Narasumber lainnya Donal
Fariz, dari ICW merasakan adanya ironi
dalam pendanaan pilkada serentak ini. Yakni Isu
penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di daerah untuk pelaksanaan kampanye.
Menurutnya, saat ini ICW melihat
meningkatnya anggaran bansos di beberapa daerah pilkada yang berbanding terbalik
dengan laporan KPU, dimana beberapa daerah dalam perjanjian dana hibah masih
belum terpenuhi 100 persen. (dam/red.FOTO dosen)